HUKUM EKONOMI
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Asas hukum ekonomi
Mengingat
luas dan kompleksnya kegiatan ekoonomi, maka kegiatan tersebut membutuhkan pengaturan
yang berada pada ranah publik mauun privat. Hal ini dapat terjadi karena kegiatan ekonomi memang berada pada
ranah tersebut. Sehingga asas-asas hukum ekonomi akan mengandung dua jenis
asas-asas hukum sekaligus, yaitu ranah hukum publik dan ranah hukum privat
Tujuan hukum ekonomi tidak hanya bersandar pada
ekonomi melainkan dalam bidang hukum dalam setiap aspek kehidupan. Karakteristik hukum ekonomi adalah berdimensi privat dan
publik, dinamis, multidispliner, dan transnasional. Dari pemaparan di atas,
jelaslah bahwa hukum dan ekonomi memang sangat relevan sebagai suatu cabang
disiplin ilmu tersendiri
CONTOH KASUS HUKUM DALAM EKONOMI
Kasus
pembobolan dana nasbah Citibank senilai Rp40 miliar oleh Inong Malinda
alias Melinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold di bank
tersebut merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita
perhatian masyarakat di tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup
fantastis, kasus ini merembet ke masalah privat karena gaya hidup mewah
Melinda bersama suaminya Andhika Gumilang.
Tengok
saja koleksi mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan Ferrari
yang harganya di atas Rp1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah
menjadi artis juga turut menarik perhatian seluruh media infotainment.
Dan yang tak kalah menghebohkan adalah operasi pembesaran payudara yang
dilakukan Melinda dibahas media dengan meminta tanggapan dokter bedah
plastik hingga nyaris menenggelamkan substansi kasusnya. Payudaranya
juga menjadi bahan olok-olok di berbagai jejaring sosial.
Pembobolan
simpanan nasabah kakap oleh Melinda selama kurang lebih tiga tahun
berakhir 23 Maret 2011 setelah delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi
dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Melinda
di apartemennya di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Tim dari Mabes Polri
bergerak setelah mendapat laporan pihak Citibank pada bulan Januari.
Dalam keterangan saksi di pengadilan terlihat modus yang digunakan Melinda, yakni dengan menyalahgunakan kepercayaan para nasabah kakap terhadap dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah kaya dan sibuk itu disodori blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan transaksi. Namun ternyata Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank.
Dalam keterangan saksi di pengadilan terlihat modus yang digunakan Melinda, yakni dengan menyalahgunakan kepercayaan para nasabah kakap terhadap dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah kaya dan sibuk itu disodori blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan transaksi. Namun ternyata Melinda mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank.
Jaksa
Penuntut Umum mendakwa Melinda melakukan penggelapan dan pencucian uang
dalam kurun waktu 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011 melalui 117
transaksi, dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan rupiah
senilai Rp27,36 miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.
Bagaimana Melinda beroperasi selama itu?
Guna
meraih kepercayaan nasabah, wanita 47 tahun tersebut terlebih dahulu
memperlakukan mereka secara istimewa, misalnya dengan melayani di ruang
khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya diberikannya dalam
waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai nasabahsangatpercaya.
Dari sini, Melinda secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang dia gunakanan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke Bank untuk melakukan transaksi.
Dari sini, Melinda secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang dia gunakanan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke Bank untuk melakukan transaksi.
Untuk
mengaburkan bukti kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang
dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Pada akhirnya, duit
inilah yang digunakannya, antara lain untuk menyicil angsuran mobil
super mewah seperti Ferrari. Tengok saja kesaksian Rohly Pateni, salah
satu nasabah yang menjadi korban Melinda. Dia mengaku sangat percaya
kepada Melinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah Citibank dan
ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya karena sibuk bekerja.
Berdasarkan
kesaksian mantan Citigold Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati
Hamid, Melinda mengalirkan dana nasabah ke empat perusahaan miliknya
yaitu, PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera
Agilo Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri
menjabat sebagai Direktur Utma di empat perusahaan yang didirikannya
bersama Melinda, Roy Sanggilawang, dan Gesang Timora tersebut.
Dari
keempat perusahaan ini, Melinda kembali menarik uang untuk kepentingan
pribadinya, Andhika maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca,
Ismail bin Janim. Andhika menampung uang curian itu dengan membuka
banyak rekening dengan identitas berbeda karena menggunakan KTP palsu.
Dia juga diseret ke muka pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak
pidana pencucian uang dengan menerima dan menampung uang yang diduga
hasil tindak pidanaistrisirinya.
Andhika didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Andhika didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Adapun
Visca ditetapkan diadili setelah menampung dana dari Melinda senilai
lebih dari Rp8miliar, dalam kurun waktu 24 Januari 2007 sampai tanggal
19 Oktober 2010. Tahap pertama Melinda menyetor sebesar Rp2.063.723.000.
Lalu, Malinda mengirim lagi Rp.5.429.199.000 dan selanjutnya Rp66juta,
dan terakhir Rp401.480.000. Jaksa mengatakan, dari tiap transaksi itu,
Visca mendapat imbalan sebesar Rp5 juta. Sedangkan suaminya, Ismail yang
juga diadili didakwa menampung uang dari Melinda sekira Rp20,4 miliar
sejak bulan Januari 2010 hingga Oktober 2010 dalam 51 kali transaksi.
Sementara
itu, jaksa menjerat Melinda dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam
Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP.
Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun penjara.
Fakta lain yang cukup menarik adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, namun mengaku tak melakukan bisnis dalam perusahaan tersebut. Tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun penjara.
Fakta lain yang cukup menarik adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, namun mengaku tak melakukan bisnis dalam perusahaan tersebut. Tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Yang
juga tak terungkap dari kasus tersebut adalah identitas dan latar
belakang nasabah yang ditangani Melinda yang kabarnya mencapai puluhan
orang. Sebab, yang melapor ke polisi cuma tiga orang. Semula, banyak
pihak berharap seluruh nasabahnya melapor sehingga di sisi lain juga
bisa ditelisik apakah ada di antaranya pejabat negara sekaligus mencari
tahu darimana sumber uang itu. Selain
menjerat Melinda, Andhika, Visca, dan Ismail, polisi juga menyeret
rekan kerja Melinda yakni Reniwati Hamid, RJ selaku Cash Official
Manajer atau atasan teller, dan SW selaku Cash Supervisor Manager.
Mereka menyusul Dwi Herawati binti Harno Wijoyo, Novianty Iriane binti
Emon, dan Betharia Panjaitan yang lebih dahulu ditetapkan sebagai
tersangka dan tengah menjalani persidangan dengan tuduhan turut membantu
perbuatan Melinda.
Kasus
ini masih akan berlanjut di tahun 2012 karena semua terdakwa masih
menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belum satu
pun dari mereka yang dijatuhi vonis oleh hakim. Proses persidangan bisa
saja berlanjut hingga beberapa tahun ke depan jika persidangan berlanjut
ke tingkat Mahkamah Agung.
Kesimpulan
Dengan
contoh kasus diatas yaitu kasus Melinda D. yang membobol dana nasabah
hingga Rp 40 milyar rupiah, maka kepercayaan masyarakat terhadap Bank (
salah satu lembaga yang berpengaruh didalam kegiatan ekonomi) akan
berkurang dan kegiatan perekonomian pun akan tersedat. Untuk
mengantisipasi hal tersebut maka diadakan hukum yang mengontrol agar
tidak terjadi hal itu lagi.
Contoh
lain yaitu ketika kasus BCA pada era presiden Soeharto, dimana ketika
itu berita tentang pemilik bank BCA mengalami sakit keras. Yang
menimbulkan seluruh nasabah bank BCA mengambil uang simpanannya dibank
tersebut. Akhirnya peredaran uang di masyarakat pun semakin banyak dan
menimbulkan inflasi yang sangat tinggi di Indonesia.
Oleh
sebab itu hukum untuk mencegah hal-hal yang merugikan seperti diatas
harus dibikin dan ditegakkan. Pemerintah harus turut serta dalam
pembuatan dan pengawasan hukum yang berlaku.
Daftar Pustaka:
· http://news.okezone.com/read/2011/12/26/349/547245/kasus-melinda-dee-yang-sensasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar